Sasar PBB Skala Besar, Dispenda Verifikasi 'Data Sampah'?

Sasar PBB Skala Besar, Dispenda Verifikasi 'Data Sampah'?
sampah

PEKANBARU (RA) - Dalam dunia perpajakan, ada yang disebut dengan data sampah. Dimana data tersebut belum terverifikasi kebenarannya. Inilah yang tejadi pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Pekanbaru.

Kepala Dispenda Kota Pekanbaru, Azharisman Rozie mengatakan bahwa pihak Dispenda akan menerapkan program Nawa Cita, yakni Data Base yang telah terverifikasi kebenarannya.

Meski demikian, pihaknya tidak mau menyalahkan siapapun tentang data sampah ini.

Jadi biasa saja data sampah itu, dimana-mana perpajakan ada data sampah, jadi bukan kesalahan siapa-siapa, bukan kesalahan Si A atau Si B. Ketika penyerahan (kewenangan,red) dari KPP ke kabupaten/kota se Indonesia, maka data itu belum terverifikasi dengan baik.

Dicontohkannya, Si A memiliki sebidang tanah, dan kemudian tanah tersebut di jual kepada Si B. Seharusnya lahan yang dijual tersebut telah diterbitkan Nilai Objek Pajak (NJOP). Namun kenyataannya, data kepemilikan sebelumnya belum dihapuskan.

"Ini perlu saya jelaskan supaya jangan jadi polemik data sampah itu. Didalam pajak itu, ada istilah data sampah. Data sampah itu adalah data yang belum terverfikasi oleh kita. Berapa banyak data yang belum terverifikasi oleh kita.., sebanyak 30 persen. Artinya 70 persen data soheh (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya,red)," ucapnya, Senin (05/12)-

Apa contohnya 30 persen tadi, umpamanya ada sebidang tanah sejumlah 4 hektar, kemudian 4 hektar ini sudah dijual sama orangnya. Misalnya dijual ke Firman, Dani atau Harahap. Mestinya ini terbit, nomor objek pajaknya (NOP,red), ini berarti harus dihapus, tapi ini belum terhapus.

"Jadi, ketika kita cari dilapangan tidak ditemukan orangnya ini, seperti itulah kira-kira," ungkap Haris.

Contohnya saja lanjut Haris, ketika Pemko mempunyai piutang warisan sebanyak Rp 200 miliar, dari KPP itu (Kantor Pelayanan Pajak Pratama,red). Piutang itu begini, dan Pemko terbitkan SPT Rp 200 miliar, tetapi orang-orang belum bisa bayar.

"Tapi ketika kita mencari orangnya tidak ditemukan sebagian. Nah, oleh sebab itu, maka program saya yang pertama itu Catur Cita, yakni yang pertama grade data, data base. Awal 2017 ini saya berharap di triwulan pertama kita sudah punya data base, sehinga data yang saya sebut data sampah itu clear adanya. Dengan adanya data base, nanti terverifikasi itu," sambung Haris.

Dilain sisi, untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor Pajak Bumi Bangunan (PBB), dalam dua minggu kedepan, pihak Dispenda akan turun kelapangan, terutama menargetkan penagihan PBB berskala besar, seperti pusat perbelanjaan (mall), hotel dan lainnya.

"Untuk PBB, sekarang sebenarnya sudah berlaku (denda,red), tapi dua minggu kedepan kita akan menyiapkan rencana turun, terutama kepada PBB yang jumlah pembayarannya besar. Kita mengetahui bahwa potensi PBB di Pekanbaru ini menurut data yang ada, data ini ada mulai dari tahun 2012 ketika kewenangan PBB itu diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, kepada pemerintah kabupaten/kota se Indonesia. Artinya 2012 kebawah itu bukan kita. Dari potensi itu sampai sekarang, kita mempunyai data lebih kurang Rp 198 miliar. Dari Rp 198 miliar potensi PBB yang terdata sama kita, itu lebih kurang Rp 90 miliar sekian kita berikan pengurangan atau gratis, itu bentuk semacam subsidi Rp 94 miliar," paparnya.

Berangkat dari hal tersebut, dikatakan Haris, potensi pajak yang ada menurut data yang dikantongi sebesar Rp 104 miliar.

"Potensi pajak kita itu menurut data yang ada hanya tinggal Rp 104 miliar. Pembayaran PBB itu terdiri dari lima buku atau lima klasifikasi. Buku pertama yang jumlah pembayaran PBB nya Rp 100 ribu kebawah, itu murni kita gratiskan, ini walikota pak Firdaus kemaren nih (program,red). Kemudian buku kedua, Rp 101 ribu sampai Rp 500 ribu, ini potongannya 60 persen. Kemudian Rp 500 sampai Rp 2 juta, ini buku ketiga, diskon sebesar 50 persen. Rp 2 juta keatas sampai Rp 5 juta, itu kita diskon 50 persen, Rp 5 juta ketas buku lima, itu kita kasih diskon 40 persen. Jadi Rp 104 miliar itu yang ada buku 2, 3, 4 dan lima, untuk buku satu gratis. Yang kita kejar itu untuk mencapai target kita utamakan buku 4 dan 5, kemudian buku 3, karena ini besar jumlahnya. Ternyata setelah kita verifikasi ulang, ternyata dari Rp 104 miliar itu terdapat data sampah," jelas Haris.

Jadi, lanjut Haris, jika dihubungkan dengan jumlah realisiasi pajak yang sekarang ini sampai Rp 56 miliar. Maka menurut asumsi saya, maka diperhitungan bahwa pajak PBB ini kalau dikurangi data sampah itu sebesar Rp 60 miliar. Artinya masih ada lebih kurang Rp 4 miliar lagi yang belum membayar PBB.

"Inilah yang akan kita kejar dalam dua minggu ini dan kita beritahu melalui surat. Kalau mereka tidak membayar, akan kita tempelkan stiker disitu kalau mereka tidak membayar PBB, contohnya seperti mall dan hotel. Sekali lagi ini kita prioritas kan pada buku 4 dan buku 5. Kalau ada masyarakat kecil yang membayar pajak Rp 150 ribu, itu tidak kita tempel. Jadi menurut asumsi saya, ada Rp 4 miliar lagi yang berpotensi untuk kita tagih," tutupnya. (yan)
 

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index